Rumah Boro, sungai itu bukti jalan raya tak terbantahkan.
Dari dulu lokasi ini selalu menimbulkan keingintahuan buat memasuki dan mencoba mencari cerita tentang awal mula bangunan ini.
Masih menyisakan kejayaan masa lalu sang pembangun ( Saudagar Cina ) yang kita belum tahu siapa pendirinya. Bagian atas masih berkonstruksi kayu jati asli yang memperlihatkan kayu-kayu utuh 10-15 m, membuka mata mengingatkan masa lalu negeri ini kala Jati masih melimpah, bagian bawah struktur tembok bata dengan beberapa hiasan rooster keramik warna hijau ke biruan yang masih asli. Pintu dari jalan inspeksi ini konon memiliki 2 patung hewan penjaga tepat di samping kiri kanan kusen pintu masuk, saat ini sudah ikut tertimbun penaikan tanah saat perbaikan jalan inspeksi ini.
Memasuki bangunan ini kita akan melihat satu anak tangga dari batu di foyer bagian dalamnya, cerita dari sang penjaga pak Maryadi saat dia masih kecil dulu sekitar awal kemerdekaan tentunya, tanah disekitar bangunan ini belum mengalami penurunan sehingga ketika akan masuk ke rumah boro ini pengunjung harus menaiki 13 anak tangga ( secara matematis tanah bangunan ini mengalami penurunan lebih dari 130 cm )
Cerita pak Maryadi dari bapak beliau jaman dahulu kala, jika orang akan menuju ke jembatan Gang Lombok depan kleteng Tay Kak Sie harus berjalan melipir berpegangan pada dinding rumah boro ini, karena saat itu Kali Semarang hanya menyisakan 1 m jalan tanah yang berbatasan langsung dengan bibir air kali Semarang : River Front.
Ya, inilah sebuah konsep air sebagai bagian depan kita saat itu. Orang bisa dengan leluasa berperahu dari jembatan berok menyusuri kelokan-kelokan kali Semarang hingga menuju ke bagian dalam pecinan kota ini.